Subscribe:


ShoutMix chat widget
Ketika Nabi saw melihat keganasan kaum musyrik kian hari kian bertambah keras,
sedang beliau tidak dapat memberikan perlindungan kepada kaum Muslim, maka beliau berkata
kepada mereka ,“ Alangkah baiknya jika kamu dapat berhijrah ke negeri Habasyiah, karena di
sana terdapat seorang raja yang adil sekali. Di bawah kekuasaannya tidak seorang pun boleh
dianiaya. Karena itu pergilah kamu ke sana sampai Allah memberikan jalan keluar kepada kita,
karena negeri itu adalah negeri yang cocok bagi kamu.“
Maka berangkatlah kaum Muslimin ke negeri Habasyiah demi menghindari fitnah, dan
lari menuju Allah dengan membawa agama mereka. Hijrah ini merupakan hijrah partama dalam
Islam. Di antara kaum muhajir yang terkenal ialaah : Ustman bin Affan beserta istrinya,
Ruqayyah binti Rasulullah saw, Abu Hudzaifah beserta istrinya, Zubair bin Awwam, Mush’ab
bin Umair dan Abdurahaman bin Auf. Sampai akhirnya para shabat Rasulullah saw sebanyak
delapan puluh lebih berkumpul di Habasyiah.
Ketika kaum Quraisy mengetahui peristiwa ini, mereka segera mengutus Abdulah bin
Abi Rabi’ah dan Amr bin Ash (sebelum masuk Islam) menemui Najasyi dengan membawa
berbagai macam hadiah. Hadiah-hadiah ini diberikan kepada sang raja , para pembantu dan
pendetanya, dengan harapan agar mereka menolak kehadiran kaum Muslimin dan
mengembalikan mereka kepada kaum musyrik Mekkah.
Ketika kedua utusan ini berbicara kepada Najasyi tentang kaum Muhajir tersebut,
sebelumnya kedua utusan ini telah melobi para pembantunya dan uskupnya seraya
menyerahkan hadiah yang dibawanya dari Mekkah, ternyata Najasyi menolak untuk
menyerahkan kaum Muslimin kepada kedua utusan tersebut sebelum dia menanyai mereka
tentang agama baru yang dianutnya. Kemudian kaum Muslimin dan kedua utusan tersebut
dihadapkan kepada Najasyi. Raja Najasyi bertanya kepada kaum Muslimin, „Agama apakah
yang membuat kamu meninggalkan agama yang dipeluk masyarakatmu? Dan kamu tidak
masuk ke dalam agamaku dan agama lainnya ?“
Ja’far bin Abi Thalib , selaku juru bicara kaum Muslimin, menjawab,“ Baginda raja ,
kami dahulu adalah orang-orang jahiliyah, menyembah berhala, makan bangkai, berbuat
kejahatan, memutuskan hubungan persaudaraan, berlaku buruk terhaap tetangga dan yangkuat
menindas yang lemah. Kemudian Allah mengutus seorang Rasul kepada kami, orang yang kami
kenal asal keturunannya, kesungguhan tutur katanya, kejujurannya, dan kesucian hidupnya, Ia

mengajak kami supaya mengesakan Allah dan tidak mempersekutukan-Nya dengan apa pun
juga. Ia memerintahkan kami supaya berbicara benar, menunaikan amanat, memelihara
persaudaraan, berlaku baik terhadap tetangga, menjauhkan diri dari segala perbuatan haram
dan pertumpahan darah, melarang kami berbuat jahat, berdusta dan makan harta milik anak
yatim. Ia memerintahkan kami supaya shalat dan berpuasa. Kami kemudian beriman
kepadanya, membenarkan semua tutur katanya, menjauhi apa yang diharamkan olehnya dan
menghalalkan apa yang dihalalkan bagi kami. Karena itulah kami dimusuhi oleh masyarakat
kami. Mereka menganiaya dan menyiksa kami, memaksa kami supaya meninggalkan agama
kami dan kembali menyembah berhala. Ketika mereka menindas dan memperlakukan kami
dengan sewenang-wenang, dan merintangi kami menjalankan agama kami, kami terpaksa pergi
ke negeri bagina. Kami tidak menemukan pilihan lain kecuali baginda, dan kami berharap tidak
akan diperlakukan sewenang-wenang di negeri baginda.“
Najasyi bertanya,“ Apakah kamu dapat menunjukkan kepada kami sesuatu yang dibawb
oleh Rasulullah saw dari Allah?“
Ja’far menjawab;“Ya.“ Ja’far membacakan surat Maryam. Mendengar firman Allah itu
Najasyi berlinangan air mata. Najasyi lalu berkata,“ Apa yang engkau baca dan apa yang
dibawa oleh Isa sesungguhnya keluar dari pancaran sinar yang satu dan sama.“ Kemudian
Najasyi menoleh kepada kedua orang utusan kaum musyrik Quraisy seraya berkata ,“ Silahkan
kalian berangkat pulang, Demi Allah mereka tidak akan kuserahkan kepada kalian.“
Keesokan harinya utusan kaum musyrik itu menghadap Najasyi. Kedua utusan itu
berkata kepada Najasyi,“Wahai baginda raja, sesungguhnya mereka menjelek-jelekan Isa putra
Maryam. Panggilah mereka dan tanyakanlah pandangan mereka tentang Isa.“ Kemduian
mereka dihadapkan sekali lagi kepada Najasyi untuk ditanya tentang pandangan mereka
terhadap Isa al-Masih. Ja’far menerangkan ,“ Pandangan kami mengenai Isa sesuai dengan
yang diajarkan kepada kami oleh Nabi kami, yaitu bahwa Isa adalah hamba Allah, utusan Allah,
Ruh Allah dan kalimat-Nya yang diturunkan kepada perawan Maryam yang sangat tekun
bersembah sujud.“
Najasyi kemudian mengambil sebatang lidi yang terletak di atas lantai, kemudian
berkata ,“ Apa yang engkau katakan tentang Isa tidak berselisih , kecuali hanya sebesar lidi
ini.“
Kemudian Najasyi mengembalikan barang-barang hadiah dari kaum musyrik Quraisy
kepada utusan itu. Sejak saat itulah kaum Muslimin tinggal di Habasyiah dengan tenang dan
tenteram. Sementara kedua utusan Quraisy itu kembali ke Mekkah dengan tangan hampa.
Setelah bebetapa waktu tinggal di Habasyiah, sampailah kepada mereka berita tentang
masuk Islamnya penduduk Mekkah. Mendengar berita ini mereka segera kembali ke Mekakh,
hingga ketiak sudah hapmir masuk ke kota Mekkah, mereka baru mengetahui bahwa berita
tersebut tidak benar. Karena itu, tidak seorang pun dari mereka yang masuk ke Mekkah,
kecuali dengan perlindungan (dari salah seorang tokoh Quraisy) atau dengan sembunyisembunyi.
Mereka seluruhnya berjumlah tiga puluh orang. Di antara mereka yang masuk ke
Mekkah dengen perlindungan ialah Ustman bin Mazh’un ia masuk dengan jaminan
perlindungan dari al-Walid bin al-Mughira, dan Abu Slaamh dengan jaminan perlindungan Abu
Thalib.
Beberapa Ibrah

Dari peristiwa hijrah ke Habasyiah ini dapat kita catat tiga pelajaran :
Pertama :
Berpegang teguh dengan agama dan menegakkan sendi-sendinya merupakan landasan
dan sumber bagi setiap kekuatan. Jura merupakan pagar untuk melindungi setiap hak, baik
berupa harta , tanah, kebebasan atau kehormatan. Oleh sebab itu para penyeru kepaa Islam dn
mujahidin di jalan Allah wajib mempersiapkan diri secara maksiml utnuk melindungi agama
Allah dan prinsip-prinsipnya, dan menjadikan negeri , tanah air, harta kekayaan dan kehidupan
sebagai sarana untuk mempertahankan dan mamancangkan aqidah. Sehingga apabila
diperlukan ia siap mengorbankan segala sesuatu di jalanya.
Apabila agama sudah terkikis atau terkalahkan , maka tidak ada lagi artinya negeri,
tanah air dan harta kekayaan. Bahkan tanpa keberadaan agama dalam kehidupan , kehancuran
akan segera melanda segala sesuatunya. Tetapi jika agama tegak, terpancangkan sendisendinya
di tengah-tengah kehidupan masyarakat, dan terhujam dalam aqidahnya di lubuk hati
setiap orang, maka segala sesuatu yang dikorbankan di jalannya akan segera kembali. Bahan
akan kembali lebih kuat dari sebelumnya, karena dikawal oleh pagar kedermawanan, kekuatan
dan kesadaran.
Sudah menjadi Sunnahtullah alam semesta sepanjang sejarah bahwa kekuatan moral
merupakan pelindung bagi peradaban dan kekuatan material, Jika suatu ummat memiliki akhlak
yang baik, aqidah yang sehat dan prinsip-prinsip sosial ynagbenar, maka kekuatan materialnya
akan semakin kuukh , kuat dan tegar. Tetapi jika akhlaknya bejat, aqidahnya menyimpang, dan
simtem sosialnya tidak benar, maka kekuatan materialnya tidak akan lama lagi pasti mengalami
kegoncangan dan kehancuran.
Mungkin anda akan melihat suatu bangsa yang secara material berdiri dalam puncak
kemajuannya, padahal sistem sosial dan akhlakna tidak benar. Maka sesungguhnya bangsa ini
sdang berjalan dengan cepat menuju kehancurannya. Mungkin anda tidak dapat melihat dan
merasakan „perjalanan yang cepat“ ini, karena pendeknya umur manusia dibandingkan dengan
umur sejarah dan generasi. Perjalanan seperti ini hanya bisa dilihat oleh „mata sejarah“ yang
tidak pernah tidur, bukan oleh mata manusia yan picik dan terbatas.
Mungkin juga anda akan melihat suatu bangsa yang tidak pernah segan-segan
mengorbankan segala kekuatan aterialnya demi mempertahankan aqidah yang benar dan
membangun sistem sosial yang sehat, tetapi tidak lama kemudian bangsa pemilik aqidah yang
benar dan sistem sosial yang sehat ini berhasil mengembalikan negerinya yang hilang dan harta
kekayaannya yang dirampok, bahkan kekuatannya kembali jauh lebih kuat dari sebelumnya.
Anda tidak akan mendapatkan gambaran yang benar tentang alam, manusia dan
kehidupan, kecuali di dalam aqidah islam yang menjadi agama Allah bagi para hamba-Nya di
dunia. Demikian pula anda tidak akan mendapatkan sistem sosial yang adil dan benar, kecuali
dalam sistem Islam. Oleh sebab itu di antara prinsip dakwah Islam ialah mengorbankan harta,
negeri dan kehidupan demi mempertahankan aqidah dan sisem Islam. Pengorbanan inilah yang
akan menjamin keselamatan harta, negeri dan kehidupan kaum Muslimin.
Karena itulah prinsip hijrah ini disyariatkandi dalam Islam. Rasulullah saw
memerintahkan para sahabatnya berhijrah dan meninggalkan Mekkah setelah menyaksikan

penyiksaan yang dilancarkan kaum musyrik terhadap para sahabatnya, dan karena khawatir
akan terjadinya fitnah pada keimanan mereka.
Hijrah ini sendiri merupakan salah satu bentuk siksaan dan penderitaan demi
mempertahankan agama. Ia bukan tindakan menghindari ganggugan dan menari kesenangan ,
tetapi merupakan penderitaan lain di balik penantian akan datangnya kemenangan dan
pertolongan Allah.
Tentu andapun mengetahui bahwa Mekkah pada waktu itu, belum menjadi Darul Islam
sehingga tidak dapat diganggu gugat : mengapa para sahabat itu meninggalkan Darul Islam
demi menari keselamatan jiwa mereka di negeri kafir ? Mekkah dan habasyiah juga negerinegeri
lainnya, pada saat itu tidak berbeda kondisinya. Karena itu, negeri mana saja yang lebih
memungkinkan berdakwah kepadanya adalah lebih patut dijadikan tempat tinggal .
Wajib (berhijrah dari Darul Islam) manakala seorang Muslim tidak dapat melaksanakan
syiar-syiar Islam, seperti shalat, puasa, adzan, haji dan lain sebagainya di negeri tersebut. Boleh
(berhijrah dari Darul Islam) manakala seorang Muslim menghadapi bala’ (cobaan) yang
menyulitkannya di negeri tersebut. Dalam kondisi seperti ini ia boleh keluar darinya menuju
negeri Islam yang lain. Tetapi haram (berhijrah dari Darul Islam) manakala hijrahnya itu
mengakibatkan terabaikanya kewajiban Islam yang memang tidak dapat dilaksanakan oleh
orang selainnya.
Kedua,
Menunjukkan adanya titip persamaan antara prinsip Nabi Muhammad saw dan Bani Isa as . Ia
seorang ynag mukhlis dan jujur dalam kenasraniannya. Salah satu bukti keikhlasannya adlah ,
bahwa dia tidak mengikuti ajaran yang menyimpang, dan tidak berpihak kepada orang yang
aqidahnya berbeda dengan ajaran Injil dan apa yang dibawa oleh Isa as.
Seandainya kepercayaan „Isa anak Allah“ dan „Tritunggal“ yang didakwahkan oleh
para pengikut Isa as itu benar, niscaya Najasyi (sebagai orang yang paling jujur) dan ikhlas
kepada kenasraniannya) akan berpegang teguh kepada kepercayaan tersebut, dan pasti akan
menolak penjelasan kaum Muslimin serta membela kaum Quraisy.
Tetai ternyata Najasyi berkomentar tentang pandangan al-Quran terhadap kehidupan
Isa as ( yang dibacakan oleh Ja’far) dengan ucapannya :
„Apa yang engkau baca dan apa yang dibawa oleh Isa as sesungguhnya keluar dari pancaran
sinar yang satu dan sama“
Komentar ini diucapkan oleh Najasyi di hadapan para uskup dan tokoh al-Kitab yang
ada di sekitarnya.
Hal ini membuktikan kepada kita bahwa semua Nabi membawa aqidah yang sama.
Perselisihan di antara ahli Kitab terjadi sebagaimana dijelaskan Allah, setelah mereka
mendapatkan pengetahuan karena kedengkian yang ada pada diri mereka.
Ketiga,
Bila diperlukan , kaum Muslimin boleh meminta perlindungan kepada non-muslim, baik dari
ahli kitab seperti Najasyi yang pada waktu itu masih Nasrani ( tetapi setelah itu amsuk Islam)
atau dari orang musyrik seperti mereka yang dimintai perlindungan oleh kaum Muslimin ketika

kembali ke Mekkah, antara lain Abu Thalib paman Rasulullah saw dan Muth’am bin ‘adi yang
dimintai perlindungan oleh Rasulullah saw ketika masuk Mekkah sepulangnya dari Tha’if.
Tindakan ini dibenarkan selama perlindungan tersebut tidak membahayakan dakwah
Islam, atau mengubah sebagian hukum atau menghalangi nahi munkar. Jika syarat ini tidak
dipenuhi, maka seorang Muslim tidak dibenarkan meminta perlindungan kepada non-muslim.
Sebagai dalil ialah sikap Rasulullah saw ketika diminta tidak mengecam tuhan-tuhan kaum
musyrik maka ketika itu Rasulullah saw menyatakan diri keluar dari perlindungan pamannya
dan menolak untuk mendiamkan sesuatu yang harus dijelaskan untuk ummat manusia.

0 Komeng:

Post a Comment

 
Copyright 2009 Intelektual-Muslim™