Subscribe:


ShoutMix chat widget
Pada saat Rasulullah saw dan para sahabat sedang menghadapi siksaan dan gangguan
dari kaum Quraisy, datanglah utusan dari luar Mekkah menemui Rasulullah saw ingin
mempelajari Islam. Mereka berjumlah tiga puluh orang lebih semuanya lelaki dari kaum
Nasrani habasyiah, datang bersama Ja’far bin Abu Thalib. Setelah bertemu dengan Rasulullah
saw dan mengetahui sifat-sifatnya , serta mendengar ayat-ayat al-Quran yang dibacakan kepada
mereka , segeralah mereka beriman semuanya.
Ketika berita ini sampai kepada Abu Jahal, seera ia mendatangi mereka seraya berkata,“
Kami belum pernah melihat utusan yang paling bodoh kecuali kamu! Kamu diutus oleh
kaummu untuk menyelidiki orang ini, tetapi belum sempat kamu duduk dengan tenang di
hadapannya, kamu sudah melepas agamamu, dan membenarkan apa yang diucapkannya.“
Jawab mereka,“ Semoga keselamatan atasmu. Kami tidak mau bertindak bodoh seperti kamu.
Biarlah kami mengikuti pendirian kami, dan kamu pun bebas mengikuti pendirianmu. Kami
tidak ingin kehilangan kesempatan yang baik ini.“
Berkatan dengan peristiwa itu Allah menurunkan firman-Nya :
„ Orang-orang yang telah Kami datangkan kepada mereka al-Kitab sebelum al-Quran , mereka
beriman (pula) dengan al-Quranitu . Dan apabila dibacakan (al-Quran itu ) kepada mereka,
mereka berkata,“ Kami beriman kepadanya, sesungguhnya al-Quran itu adalah sesuatu
kebenaran dari Rabb kami, sesungguhnya kami sebelumnya adalah orang-orang yang
membenarkan-nya.“Mereka itu diberi pahala dua kali disebabkan kesabaran mereka, dan
merekamenolak kejahatan dengan kebaikan, dan sebagian dari apa yang telah Kami rejekikan
kepada mereka, mereka nafkahkan. Dan apabila mereka mendengar perkataan yang tidak
bermanfaat mereka berpaling daripadanya dan mereka berkata ,“ Bagi kami amal-amal kami,
dan bagimu amal-amalmu, kesejahteraan atas dirimu, kami tidak ingin bergaul dengan orangorang
bodoh.“ QS al-Qashash : 52-55
Beberapa Ibrah
Berkaitan dengan utusanini ada dua masalah penting yang menarik perhatian kita :
Pertama :
Bahwa kedatangan utusan itu ke Mekkah untuk menemui Rasulullah saw dan mempelajari
Islam, pada sat-saat kaum Muslimin sedang menghadapi siksaan, gangguan, pemboikotan, dan
tekanan, merupakan bukti nyata bahwa penderitaan dan musibah ynag dialami oleh para aktivis
dakwah tidak berarti sama sekali sebagai suatu kegagalan. Di samping tidak boleh menjadi
lemah atau putus asa. Bahkan siksaan dan gangguan, sebagaimana telah kami katakan,

merupakan jalan yang harus ditempuh untuk mencapai keberhasilan dan kemenangan. Utusan
dari Nasrani Habasyiah yang berjumlah tiga puluh orang atau dalam riwayat lain dikatkaan
empat puluh orang lebih, datang dari negeri seberang kepada Rasulullah saw untuk menyatakan
wala’ (dukungan) kepada dakwah baru (Islam). Juga secara de fakto menyatakan bahwa musumusuh
dakwah Islam tidak akan mampu kendatipun melancarkan berbagai tekanan teror,
sisksaan, dan intimidasi keapda para aktivisnya menghalangi keberhasilannya atau menahan
penyebarannya ke berbagai penjuru dunia.
Dan seolah-olah Abu Jahal telah mengetahui hakekat ini, sehingga terlihat nyata
pengaruhnya pada jiwa dan ucapannya yang busuk yang ditujukan kepada utusan tersebut.
Tetapi apa yang dapat ia lakukan ? Sesuatu yang dapat ia lakukan hanyalah meningkatkan
penyiksaan dan teror kepada kaum Muslimin. Dia dan orang-orang yang sepertinya tidak akan
mampu menghalangi keberhasilan dan tersebarnya dakwah Islam.
Kedua :
Apakah jenis keimanan para utusan tersebut ? Apakah dari jenis keimana orang yang keluar
dari kegelapan kepada cahaya terang ?
Sesungguhnya keimanan mereka hanyalah kelanjutan dari keimanan yang terdahulu, dan
sekedar melaksanakan konsekuensi dari aqidah yang dianutnya. Mereka adlah (menurut istilah
para perawi Sirah) para panganut Injil yang beriman dan mengikuti petunjuknya . Karena Injil
memerintahkan agar mengikuti Rasul yang datang sesudah Isa as, maka sebagai konsekuensi
keimananya ialah mengimani Nabi ini, yaitu Muhammad saw.
Dengan demikian keimanan mereka kepada Rasulullah saw bukan proses perindahan
dari suatu agama kepada agama lain yang lebih baik. Tetapi hanya merupakan kelanjutan dari
hakekat keimanan kepada Isa as dan ajarannya. Inilah yang dimaksudkan oleh Allah dalam
firman-Nya :
„Dan apabila dibacakan (al-Quranitu ) kepada mereka, mereka berkata,“ Kami beriman
kepadanya, sesungguhnya al-Quran itu adalah suatu kebenaran dari Rabb kami, sesungguhnya
kami sebelumnya adalah orang-orang yang membenarkan(nya).“ QS Al-Qashash : 53
Yakni kami sebelumnya telah membenarkan dan mengimani ajaran yang diserukan oleh
Muhammad saw, sebelum bi’tsahnya, karena ajaran itu termasuk yang diperintahkan oleh Injil
untuk mengimaninya.
Demikianlah sikap setiap orang yang benar-benar berpegang teguh kepada ajaran yagn
dibawa oleh Isa as atau Musa as. Karena itu Allah memerintahkan Rasul-Nya agar dalam
mengajak ahli Kitab kepada Islam cukup dengan menuntut pelaksanaan ajaran yang terdapat di
dalam Taurat dan Injil yang mereka imani. Firman Allah :
„Katakanlah „Hai ahli Kitab, kamu tidak dipandang beragama sedikitpun sehingga kamu
menegakkan ajaran-ajaran Taurat dan Injil....“ QS al-Ma’idah : 68
Ini merupakan penegasan terhadap apa yang telah kami jelaskan , bahwa ad-Dinul Haq
( agama yang benar) itu hanya satu semenjak Adam as hingga Nabi Muhammad saw. Perkataan
„agama-agama langit“ yang sering kita dengar adalah tidak benar.
Ya, memang terdapat syariat-syariat langit yang beraneka ragam dan setiap syariat
langit menghapuskan syariat sebelumnya. Tetapi tidak boleh disamakan antara ad-Din atau

aqidah dengan syariat yang bearti hukum-hukum amaliah yang berkaitan dengan peribadatan
atau mu’amalah.

0 Komeng:

Post a Comment

 
Copyright 2009 Intelektual-Muslim™