Subscribe:


ShoutMix chat widget

3.15.2011

Abu Bakar bin Abi Syaibah, Ibnu Ishaq dan Imam Ahmad bin Hambal meriwayatkan
dari beberapa sanad dengan lafadzh yang hampir bersamaan, bahwa Abu Ayyub ra berkata ,“
Ketika Rasulullah saw tinggal di rumahku, beliau menempati bagian bawah rumah, sementara
aku dan Ummu Ayyub di bagian atas. Kemudian aku katakan kepadanya,“ Wahai Nabi Allah,
aku tidak suka dan merasa berat tinggal di atas engkau , sementara engkau berada di bawahku.
„ Tetapi Nabi saw menjawab,“ Wahai Abu Ayyub, biarkan kami tinggal di bawah, agar orang
yang bersama kami dan orang yang ingin berkunjung kepada kami tidak perlu susah payah.“
Selanjutnya Abu Ayyub menceritakan : Demikianlah Rasulullah saw tinggal di bagian
bawah sementara kami tinggal di bagian atas. Pada suatu hari , gentong kami yang berisi air
pecah, maka segeralah aku dan Ummu Ayyub membersihkan air itu dengan selimut kami yang
satu-satunya itu, agar air tidak menetes ke bawah yang dapt mengganggu beliau . Setelah itu
aku turun kepadanya meminta agar beliau sudi pindah ke atas , sehingga beliau bersedia pindah
ke atas.
Pada kesempatan lain Abu Ayyub menceritakan : Kami biasa membuatkan makanan
malam untuk Nabis aw . Setelah siap makanan itu, kami kirimkan kepada beliau. Jika sisa
makanan itu dikembalikan kepada kami, maka aku dan ummu Ayyub berebut pada bekas
tangan beliau, dan kami makan bersma sisa makanan itu untuk mendapatkanberkat beliau. Pada
suatu malam kami mengantarkan makanan malam yang kami campuri dengan bawang merah
dan bawang putih kepada beliau, tetapi ketika makanan itu dikembalikan oelh Rasulullah sw
kepada kami, aku tidak melihat adanya bekas tangan yang menyentuhnya. Kemudian dengan
rasa cemas aku datang menanyatakan,“Wahai Rasulullah saw , engkau kembalikan makanan
malammu , tetapi aku tidak melhat adanya bekas tanganmu. Padahal , setiap kali engkau
mengembalikan makanan, aku dan ummu Ayyub selalu berebut pada bekas tanganmu, karena
ingin mendapatkan berkat.“ Nabi saw menjawab,“ Aku temui pada makananmu itu bau
bawang, padahal aku senantiasa bermunajat kepada Allah. Tetapi untuk kalian makan sajalah.“
Abu Ayyub berkata : Lalu kami memakannya. Setelah itu kami tidak pernah lagi menaruh
bawang merah atau bawang putih pada makanan beliau.
Beberapa Ibrah

Pada pembahasan terdahulu telah kami jeaskan makna hijrah dalam Islam. Dalam
penjelasan tersebut kami kemukakan bahwa Allah swt menjadikan kesucian agama dan aqidah
di atas segala sesuatu. Tidak ada nilai dan arti tanah air, bangsa , harta dan kehormatan apabila
aqidah dan syiar-syiar Islam terancam kepunahan dan kehancuran. Karenanya Allah
mewajibkan para hambah-Nya untuk mengorbankan segala sesuatu. Jika diperlukan demi
mempertahankan aqidah dan Islam.
Sudah menjadi Sunnahtullah di alam semesta , bahwa kekuaran moral yang tercermin
pada aqidah yang benar dan agama yang lurus, merupakan pelindung bagi peradaban dan
kekutan material. Jika suatu umat memiliki akhlak yang luhur, dan berpegang teguh denga
agamanya yang benar, niscaya kekuatan materialnya yang tercermin pada apa yang telah kami
sebutkan tadi tidak lama lagi pati akan mengalami kehancuran. Sejarah adalah bukti terbaik
bagi apa yang kami tegaskan ini.
Karena itu, Allah mensyariatkan prnsip berkorban dengan harta dan tanah air demi
mempertahankan aqidah dan agama manakala diperlukan. Dengan pengorbanan ini sebenarnya
kaum Muslimin telah memelihara harta, negara dan kehidupan, kendatipun nampak pertama kai
mereka kehilangan semua itu.
Bukti yang terbaik bagi kebenaran pernyataan ini ialah hijrah Rasulullah saw dari
Mekkah ke Madinah. Secara lahiriyah hijrah ini mungkin nampak sebagai suatu kerugian bagi
Rasulullah saw , karena harus kehilangan negerinya. Tetapi pada hakekatnya merupakan upaya
untuk melindungi dan memeliharanya. Sebab upaya memelihara sesuatu itu boleh jadi berupa
tindakan meninggalkan dan menjauhinya selama masa tertentu. Beberapa tahun setelah
hijrahnya ini berkat agama Islam yang telah diterapkan negeri yang hilang (Mekkah) dapat
direbut kembali dengan penuh wibawa dan kekuatan yagn tak dapat digoyahkan oleh orangorang
yang pernah mengejar-ngejarnya.
Kembali kepada pelajaran yang terkandung dalam kisah hijrah Rasulullah saw . Dari
kisah hijrah ini terdapat beberapa hukum yang sangat penting bagi setiap Muslim :
Pertama :
Hal yang paling menonjol dlaam kisah hijrah Rasulullah saw ini ialah pesan beliau
kepada Abu Bakar supaya menunda keberangkatannya untuk menemaninya dalam perjalanan
hijrah.
Dari peristiwa ini para ulama menyimpulkan bahwa Abu Bakar adalah orang yang
paling dicintai Rasulullah saw, paling dekat kepadanya, dan paling berhak menjadi khalifah
sesudahnya. Kesimpulan ini dikuatkan oleh beberapa peristiwa lainnya, seperti perintah
Rasulullah saw kepadanya untuk menggantikan beliau menjadi immam shalat ketika beliau
sakit. Juga dikuatkan oleh sabda beliau dalam hadits shahih :
„ Sekiranya aku mengambil seorang kekasih (khalil), niscaya Abu Bakarlah orangnya.“
kepribadian dan keistimewaan yang dikaruniakan Allah kepada Abu Bakar memang
layak untuk mendapatkan derajat dan tingkatan tersebut. Ia adalah contoh seorang sahabat
ynag jujur dan setia, bahkan siap mengorbankan jiwa dans egala yng dimmiliinya demi membela
Rasulullah saw . Tidakkah kita lihat bagaimana Abu Bakar memasuki gua Tsur terlebih dahulu,
demi menyelamatkan Rasulullah saw dari kemungkinan gangguan binatang buas dan ular. Kita
saksikan pula bagaimana Abu Bakar menggerahkan harta, kedua anak dan seorang

penggembala kambingnya untuk membantu Rasulullah saw dalam perjalanan panjang dan berat
ini.
Demi Allah kepribadian seperti inilah yang haru dimiliki oleh setiap Muslim yang
beriman kepada Allah dn Rasul-Nya . Karena itu, Rasulullah saw bersabda :
„Tidaklah beriman salah seroang di antaramu sehingga aku lebih dicintai dariapa anaknya,
orang tuanya dan semua orang.“
Kedua :
Mungkin akan terlintas dalam benak seorang Mukmin untuk membandingkan antara
hijrah Umar bin Khattab ra dan hijrah Nabi saw , lalau bertanya :“ Mengap Umar ra berhijrah
secara terang-terangan seraya menantang kaum musyrik tanpa rasa takut sedikitpun, sementara
Rasululalhs aw berhijrah secara sembunyi-sembunyi ß Apakah Umar ra lebih berani ketimbang
Nabi saw ? „
Jawabnya bahwa Umar ra ataupun orang Muslim lainnya tidaklah sama dengan
Rasulullah saw . Semua tindakkan dianggap sebagai tindakan pirbadi, tidak menjadi hujjah
syariat . Ia boleh memilih salah satu dari beberapa cara, sarana, dan gaya sesuai dengan
kapasitas keberanian dan keimanan kepada Allah.
Akan halnya Rasullah saw , beliau adalah orang yagn bertugas menjelaskan sariat,
yakni bahwa semua tindakannya berkaitan dengan agma merupakan syariat bagi kita. Itu
sebabnya maka Sunnah Nabi saw yang berupa perkataan, perbuatan, sifat dan taqrir
(penetapan)-nya , merupakan sumber syariat yang kedua. Seandainya Rasulullah saw
melakukan seperti yang dilakukan oleh Umar ra niscaya orang-orang akan mengira bahwa cara
dan tindakkan seperti itu adalah wajib, yakni tidak boleh mengambil sikap hati-hati dan
bersembunyi ketika dalam keadan bahaya. Padahal Allah menegaskan syariatnya di duni ini
berdasarkan tuntutan sebab dan akibat. Bahkan segala sesuatu ini pada hakekatnya terjadi
dengan sebab dan kehendak Allah.
Oleh karena iut Rasulullah saw menggunakan semua sebab dan sarana yang secara
rasional tepat dan sesuai dengan pekerjaan tersebut, ampai tidak ada sarana yang bisa
dimanfaatkan kecuali telah digunakan oleh Rasulullah saw. Beliau memerintahkan Ali bin Abi
Thalib supaya tidur di tempat tidurnya dengan menggunakan selimutnya. Juga membayar
seorang musyrik setelah dapat dipastikan kejujurannya , sebagai penunjuk jalan rahasia,
bersembunyi di gua selama tiga hari, dan persiapan-persiapan lainnya yang terpikirkan oleh akal
manusia. Kesemuanya ini untuk menjelaskan bahwa keimanan kepada Allah tidak melarang
pemakaian dan pemanfaatan sebab-sebab yang memang dijadikan Allah sebagai sebab.
Rasulullah saw melakukan itu bukan akrena takut akan tertangkap oleh kaum musyrik
di tengah perjalanan. Buktinya, setelah Rasulullah ser mengerahkan segala upaya, kemudian
kaum musyrik mencarinya sampai ke tempat persembunyiannya di gua Tsur, hingga apabila
melihat ke bawah pasti akan melihatnya, sehingga menimbulkan rasa takut di hati Abu Bakar
ra. , tetapi dengan tenang Rasulullah saw menjawab ,“ Wahai Abu Bakar, janganlah kmu kira
bahwa kita hanya berdua saja. Sesungguhnya Allah beserta kita.“ Seandainya Rasulullah saw
hanya mengandalkan kehati-hatian (faktor amniyah) saja pasti sudah timbul rasa takut di hati
beliau pada saat itu.
Tetapi karena kehati-hatian itu merupakan tugas pensyariatan (wazhifah tasyriyat) yang
harus dilaksanakan, maka setelah melaksanakan tugas tersebut hatinya kembali terikat kepada

Allah dan bergantung kepada pelindung-Nya. Hal ini supaya kaum Muslim mengetahui bahwa
dalam segala urusan mereka tidak boleh bergantung kecuali kepada Allah, kendatipun tetap
diperintahkan untuk melakukan usaha dan mencari kausal (sebab) yang diciptakan Allah apda
alam nyata ini.
Di antara dalil nyata bagi apa yang kami katakan ini ialah sikap Nabi saaw ketika
dikejar oleh Suraqah ynag ingin membunuhnya dan mulai mendekatinya. Seandainya Rasulullah
saw hanya mengandalkan usaha kehati-hatian yang telah dilakukannya, pasti beliau sudah
merasa takut ketika melihat Suraqah. Tetapi Rasulullah saw tidak gentar sama sekali, bahkan
dengan tenang melanjutkan bacaan al-Quran dan munajatnya kepada Allah. Karena beliau
mengetahui bahwa Allah yang memerintahkannya berhijrah pasti akan melindunginya dari
segala bentuk kejahatan manusia, sebagaimana telah dijelaskan-Nya di dalam Kitab-Nya yang
terang.
Ketiga,
Tugas Ali ra menggantikan Rasulullah saw dalam mengembalikan barang-barang titipan yang
dititipkan oleh para pemiliknya kepada Nabi saw merupakan bukti nyata bagi sikap yang
kontradiktif yang diambil oleh kau musyrik. Pada satu sisi mereka mendustakan dan
menganggapnya sebagai tukang sihir atau penipu, tetapi pada sisi lain mereka tidak
menemukan orang yang lebih amanah dan jujur dari Nabi saw. Ini menunjukkan bahwa
keingkaran dan penolakkan mereka bukan karena meragukan kejujuran Nabi saw, tetapi karena
kesombongan dan keangkuhan mereka terhadap kebenaran yang dibawanya, di samping karena
takut kehilangan kepemimpinan dan kesewenang-wenangan mereka.
Keempat :
Jika kita perhatikan kegiatan dan tugas yang dilakukan oleh Abdullah bin Abu Bakar yang
mondar-mandir antara gua Tsur dan Mekkah mencari berita dan mengikuti perkembangan ,
kemudian melaporkannya kepada Nabi saw dan ayahnya, juga tugas yang dilakukan saudara
perempuannya , Asma’ binti Abu Bakar, dalam mempersiapkan bekal perjalanan dan mensuplai
makanan, kita dapatkan suatu gambaran dan sosok kepribadian yang harus diwujudkan oleh
para pemuda Islam yang berjuang di jalan Allah demi merealisasikan prinsip-prinsi Islam dan
menegakkan masyarakat Islam. Kegiatan yang dilakukannya tidak hanya terbatas pada ritusritus
peribadatan , tetapi harus mengerahkan segenap potensi dan seluruh kegiatannya untuk
perjuangan Islam. Itulah ciri-ciri khas pemuda dalam kehidupan Islam dan kaum Muslim pada
setiap masa.
Perhatikanlah orang-orang yang ada di seitar Nabi saw pada masa dakwah dan jihadnya
, sebagian besar terdiri dari para pemuda yang masih belia. Mereka tidak tanggung-tanggung
dalam memobilisasi segenap potensi demi membela Islam dan menegakkan masyarakatnya.
Kelima :
Yang dialami oleh Suraqah dan kudanya ketika menghampiri Rasulullah saw merupakan
mu’jizat bagi beliau. Para imam hadits menyepakai kebenaran riwayat tersebut, terutama Imam
Bukhari dan Muslim. Peristiwa ini dapat dimasukkan ke dalam datar deretan mu’jizat Nabi
saw.
Keenam :
Di antara mu’jizat yang terbesar yang terjadi dalam kisah hijrah Nabi saw ialah keluarganya
Rasulullah saw dari rumhanya ynag sudah dikepung oleh kaum musyrik yang hendak
membunuhnya. Ketika Nabi saw keluar mereka semau tertidur, sehingga tak seorangpun

melihatnya. Bahkan sebagai penghinaan terhadap mereka, ketika keluar dan melewati mereka
Rasulullah saw menaburkan pasir ke atas kepala mereka seraya membaca firman Allah :
„Dan Kami adakan di hadapan mereka dinding dan di belakang mereka dinding (pula), dan
Kami tutup (mata) mereka sehingga mereka tidak dapat melihat.“ QS Yasin : 9
Mu’jizat ini merupakan pengumuman Ilahi kepada kaum musyrik pada setiap masa,
bahwa penindasan dan penyiksaan yang dialami Rasulullah saw dan para sahabatnya di tengah
perjuangannya menegakkan Islam, selama masa ang tidak terlalu lama, tidak berarti bahwa
Allah membiarkan mereka. Tidak sepatutnya kaum musyrik dan segenap musuh Islam
membanggakan hal itu, karena sesungguhnya pertolongan Allah amat dekat, dan sarana-sarana
ekmenangan pun kian lama kian mendekati kenyataan.
Ketujuh :
Sambutan masyarakat Madinah kepada Rasulullah memberikan gambaran kepada kita betapa
besar keintaan yang telah merasuki hari kaum Anshar. Setiap hari mereka keluar di bawah terik
matahari ke pintu gerbang kota Madinah menantikan kedatangan Rasulullah sw hingga apabila
matahari telah terbenam, mereka kembali untuk menantikannya esok hari. Ketika Rasulullah
saw muncul, tumpahlah segala muatan rasa gembira, dan dengan serempak mereka
mengumandangkan bait-bait qashidah karena kegembiraan melihat kedatangan Rasulullah saw.
Perasaan cinta ini oleh Rasulullah saw dibalas dengan cinta yang sama, sehingga beliau pun
memperhatikan gadis-gadis kecil Bani Najjar yang sedang berdendang menyambut
kedatangannya, seraya bertanya, „Apakah kalian mencintaiku? Demi Allah, sesungguhnya
hatiku mencintai kalian.“
Semua ini menunjukkan bahwa mencintai Rasulullah saw tidak semata-mata
mengikutinya. Bahkan mencintai Rasulullahs saw itu merupakan asas dan dorongan untuk
mengikutinya. Jika tidak ada cinta yang bergelora di dalam hati, niscaya tidak akan ada
dorongan untuk mengiutinya.
Karena itu, sesatlah orang yang beranggapan bahwa mencintai Rasulullah saw tidak
memiliki arti lain kecuali dengan mengikuti dan meneladaninya dlam beramal. Mereka tidak
menyadari bahwa seseorang tidak mungkin mau meneladani kalau tidak ada dorongan yang
mendorongnya ke arah itu. Dan tidak ada dorongan yang mendorong untuk mencikuti kecuali
rasa cinta yang bergelora di hati yang membangkitkan semangat dan perasaan. Oleh sebab itu
Rasululalh saw menjadikan bergeloranya hati dalam mencintai dirinya sebagai ukuran iman
kepada Allah swt, dimana kecintaan ini mengalahkan rasa cinta kepada anak, orang tua dan
semua manusia . Ini menunjukkan bahwa cinta kepada Rasulullah saw sejenis dengan cinta
kepada anak dan orang tua , yakni masing-masing dari keduanya ebrsumber dari perasaan dan
hati. Jika tidak demikian, maka tidak mungkin dapat dilakukan perbandingan antara keduanya.
Kedelapan :
Gambaran yang kita lihat pada persinggahan Rasulullah saw di rumah Abu Ayyub al-Anshari
menunjukkan betapa besar cinta para sahabat kepada Rasulullah saw.
Hal yang perlu kita perhatikan ialah tabarruk-nya Abu Ayyubdan istrinya dengan bekas
sentuhan jari-jari Rasulullah saw, pada hidangan makanan, ketika sisa makanan itu
dikembalikan oleh Rasulullah saw kepada keduanya. Dengan demikian tabarruk
(mengharapkan berkah) dari sisa-sisa Nabi saw adalah perkara yang disyariatkan dan
dibenarkan oleh Nabi saw.

Bukhari dan Muslim meriwayatkan beberapa gambaran lain dari tabarruk-nya para
sahaabt dengan sisa-sisa Nabi saw unttuk keperluan pengobatan dan lain sebagainya.
Di antara apa yang diriwayatkan oleh Bukhari dalam Kitabul-Libas pada bab Perihal
Uban. Disebutkan bahwa Ummu Salamah, istri Nabi saw, pernah menyimpan beberapa lembar
rambut Nabi saw, di dalam sebuah kotak. Jika ada salah seorang sahabat yang tersernag
penyakit mata atau penyakit lainnya. Ummu Salamah mengirimkan segelas air yang sudah
dicelupi dengan beberapa lembar rambut Rasulullah saw tersebut, kemudian mereka meminum
air tersebut dengan mengharapkan berkahnya.
Muslim juga meriwayakan di dala Kitabul-Fadhail pada bab keharuman keringat
Rasulullah saw , bahwa Nabi saw pernah memasuki rumah Ummu Sulaim, kemudian tidur di
tempat tidurnya pada saat Ummu Sulaim tidak ada di rumah. Kemudian Ummu Sulaim datang
dan melihat Rasulullah saw meneteskan keringatnya. Lalu Ummu Sulaim menadahi keringat
Nabi saw tersebut dengan sepotong kain di atas tempat tidur, kemudian memerasnya dan
menyimpannya di dalam botol kecil. Tak lama kemudian Nabi saw bangun seraya bertanya :“
Apa yang sedang kamu lakukan , wahai Ummu Sulaim?“ Ummu Sulaim menjawab :“ Kami
mengharap berkahnya untuk anak-anak kecil kami.“ Jawab Nabi ,“ Kamu benar.“
Juga apa yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim tentang berebutnya para sahabat
terhadap air bekas wudhu’ Nabi saw dan tabarruk mereka dari beberapa benda ynag pernah
digunakan oleh Nabi saw seperti pakaian beliau dan bejana bekas dipakai minum beliau.
Kita cukupkan sampai di sini dulu catatan kita tentang kisa hijrah Rasulullah saw
selanjutnya kita bahas beberapa pekerjaan mulia yang dilakuan oleh Nabi saw di tengah-tengah
masyarkat baru Madinah Munawwarah.

0 Komeng:

Post a Comment

 
Copyright 2009 Intelektual-Muslim™